Catatan Ringan Robert Simalango "Cinta Buta Suporter Sepak Bola"
Catatan Ringan Robert Simalango "Cinta Buta Suporter Sepak Bola"
Email Pembaca - Robert P. Simalango @ropers99
Kalau dilihat sedikit ke belakang, pihak PSBL memang kecewa dengan perlakuan yang mereka dapatkan saat bertanding ke markas PS Bintang Jaya di Kisaran, bulan Mei yang lalu. Pihak PSBL mengklaim bahwa mereka mendapatkan lemparan batu dari suporter PS Bintang Jaya Asahan. Sehabis pertandingan tersebut, melalui media dan akun twitter, stake holder mereka sudah bertekad akan melakukan pembalasan atas tingkah suporter PS Bintang Jaya Asahan tersebut. Suporter PSBL menjadi yang terdepan dalam menebar teror hingga menjelang partai tersebut dilangsungkan.
Ternyata ancaman dan teror tersebut bukan isapan jempol semata. Suporter PSBL benar-benar melakukan teror begitu tim PS Bintang Jaya Asahan tiba di Langsa. Dimulai saat tim tiba di hotel, saat melakukan test lapangan, acara santai, perjalanan ke stadion yang harus menggunakan barracuda hingga sepanjang pertandingan. Teror yang dilakukan pun bukan hanya sekedar teriakan atau ejekan, namun sudah berbentuk fisik yang mengarah kepada kekerasan, karena didukung oleh batu, balok dan parang. Dan puncaknya adalah saat lemparan batu mereka mengenai kepala pemain PS Bintang Jaya Asahan Luis Irsandi, yang mengakibatkan kepalanya bocor dan tidak sadarkan diri. Pertandingan tersebut akhirnya dimenangkan oleh PSBL dengan sisa waktu pertandingan beberapa menit lagi.
Namun bagaimana respons tim PSBL? Seperti sudah menjadi tradisi di liga Indonesia, mereka tidak mengakuinya. Offisial PSBL mengatakan pertandingan berjalan menarik dan puas atas kemenangan timnya (padahal laga tidak sampai habis). Suporter PSBL sendiri melalui akun resminya mengatakan bahwa pelaku teror bukan mereka, namun oknum penonton. Bertolak belakang dengan statement mereka yang lain, dimana kelihatannya mereka puas telah berhasil melakukan pembalasan.
Sudah sering sekali peristiwa serupa terjadi di negeri ini, dimana suporter melakukan teror/kekerasan secara fisik, dan jelas terlihat di depan mata, namun setelah puas melampiaskan hasratnya, mereka beramai-ramai menyatakan tidak terlibat, dan mengatakan bahwa yang melakukan perbuatan tersebut bukanlah bagian dari mereka. Mereka benar-benar meniru apa yang biasa dilakukan oleh ormas-ormas yang melakukan kekerasan. Dan statement-statement itu disampaikan secara resmi melalui media maupun akun-akun social media mereka.
Ironis memang, bentuk kecintaan suporter diwujudkan melalui teror, pembalasan teror, teror lagi, balas lagi sampai tak berujung. Fakta terakhir, kita lihat bagaimana suporter Persija dan Persib tidak pernah bisa akur, padahal sudah dilakukan berbagai cara dengan melibatkan banyak pihak.
Moral yang ingin saya sampaikan adalah, hendaknya para suporter dapat bersikap lebih dewasa lagi didalam memberikan dukungan kepada tim kesayangannya. Fans Club dibentuk sebagai wujud kecintaan terhadap klub, dan sedikit banyak berperan dalam kemajuan tim yang dicintainya. Fans Club juga bertanggung jawab dalam mengorganisir anggotanya dalam setiap pertandingan sekaligus membantu Panpel untuk kelancaran pertandingan, agar pertandingan berjalan menarik. Tidak satupun fans club yang dibentuk untuk melakukan teror fisik kepada tim lawan. Sikap fans yang buruk justru berpotensi menghancurkan klub yang mereka dukung, karena bisa saja klub tersebut dijatuhi sanksi oleh regulator, penonton jadi malas ke stadion dan citra klub yang merosot dimata kontestan yang lain.
Ada banyak contoh fans club sepakbola yang bisa berlaku tertib dalam memberikan dukungan kepada tim kesayangannya. Misalnya di Padang, suporter fanatik Semen Padang tidak pernah ribut dengan suporter fanatik PSP Padang walaupun di dalam lapangan pemain sedang bertinju dan main karate; dan belum pernah ada klub yang bertanding ke Padang mengeluhkan suporter Padang. Demikian juga di Jogjakarta, Balikpapan, Samarinda dan beberapa kota lainnya. Walaupun tim kesayangan mereka diteror dan diberlakukan tidak baik saat bertanding diluar kandang, namun mereka tidak pernah melakukan pembalasan (teror fisik) saat tim lawannya tersebut main di kandang mereka.
Suporter bisa saja memiliki rivalitas antar suporter, namun tidak elok jika rivalitas tersebut justru dilakukan kepada pemain lawan yang jumlahnya hanya 11 orang, apalagi dalam bentuk teror fisik dengan balok atau lemparan-lemparan batu. Duel yang benar adalah 11 melawan 11, bukan 11 melawan ratusan orang secara fisik.
Contoh lain, beberapa tahun yang lalu, saya sangat kagum dengan suporter Medan karena atraktif, kalaupun ada teror hanya dengan nyanyian ejekan-ejekan di lapangan, dan justru sebaliknya tidak jarang mereka mendukung tim tamu dikala permainan tim yang mereka dukung jelek. Hal tersebut membuat permainan tetap menarik, sehingga tiket masuk yang dibayarkan penonton saat masuk stadion terganti dengan kepuasan. Karena apapun, tujuan menonton sepakbola adalah menikmati pertandingan yang menarik. Tidak ada menariknya sebuah pertandingan, kalau hanya menyaksikan lemparan batu, botol air mineral, karena sangat mengganggu jalannya pertandingan. Apalagi semua pelaku olahraga selalu mengatakan menang kalah adalah hal yang biasa.
Suporter sepakbola, hendaknya dapat bersikap lebih dewasa lagi, karena filosofi support sama dengan filosofi olahraga, yaitu sportifitas.
What's Your Reaction?