Ratu Entok Didakwa Ujaran Kebencian dan Penodaan Agama di Media Sosial
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) mendakwa terdakwa melanggar pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
BOLAHITA - Irfan Satria Putra Lubis, lebih dikenal sebagai Ratu Thalisa atau Ratu Entok (40), menghadapi dakwaan terkait ujaran kebencian melalui media sosial serta penodaan agama.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) mendakwa terdakwa melanggar pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Terdakwa didakwa melanggar Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE,” ujar JPU Erning Kosasih, seperti dikutip dari Jawa Pos.
Selain itu, Ratu Entok juga didakwa berdasarkan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atas perbuatan yang bersifat permusuhan dan penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia.
SENNCOIN Selling High Quality Roasted Beans and Ground Coffee
Kronologi Peristiwa
Menurut dakwaan, penodaan agama dilakukan terdakwa pada Rabu, 2 Oktober 2024, saat siaran langsung di akun TikTok pribadinya. Dalam siaran tersebut, terdakwa memperlihatkan gambar Yesus Kristus, yang dalam kepercayaan umat Kristiani dianggap sebagai Tuhan, sembari mengeluarkan pernyataan kontroversial.
Terdakwa menyebutkan, “Hemm… biksu kali ah! Horggg... eh! Kau cukur, hei kau cukur rambut kau ya, jangan sampai kau menyerupai perempuan. Kau cukur, dicukur biar jadi kayak bapak dia. Kalau laki-laki harus dicukur botak, dicukur, cepak. Biar kayak ini kau, apa Renaldo de Capro, ya dicukur, cukur oi cukur.”
Pernyataan tersebut memicu kegaduhan di kalangan umat Kristiani dan dianggap mengancam kerukunan umat beragama. Laporan atas tindakan ini disampaikan masyarakat kepada Polda Sumatera Utara pada 4 Oktober 2024.
Reaksi dan Langkah Hukum
JPU menegaskan bahwa pernyataan terdakwa dianggap menyebarkan rasa kebencian dan permusuhan, yang berpotensi merusak persatuan dan kerukunan umat beragama.
Dalam persidangan, terdakwa mengajukan keberatan terhadap dakwaan melalui nota keberatan (eksepsi). Ketua Majelis Hakim Achmad Ukayat memutuskan untuk menunda sidang hingga Kamis, 9 Januari 2025, dengan agenda pembacaan eksepsi terdakwa melalui kuasa hukumnya.
“Sidang ditunda dan akan dilanjutkan sesuai jadwal,” kata Hakim Achmad Ukayat.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut isu sensitif tentang ujaran kebencian dan penodaan agama di tengah masyarakat majemuk Indonesia.
What's Your Reaction?