Perayaan Hari Ulang Tahun Komando Wilayah Pertahanan I
Medan pada Tahun 1971 merupakan waktu yang takkan pernah dilupakan Sutiyono, usianya ketika itu baru menginjak 20 tahun. <br><br>Sebuah maklumat datang dari Panglima Kowilhan Bukit Barisansaat itui, Brigjen Achmad Tahir. Isi pengumunannya,dalam rangka HUT Kowilhan, bakal diadakan kejuaraan balap sepeda untuk warga
Medan.<br><br>Usai membaca pengumunan itu, Sutiyono bergegas mencari sepeda tuanya agar bisa ikut lomba balap sepeda. ”Saya memodifikasi sendiri sepeda yang sebenarnya bukan untuk balapan,” kata Sutiyono mengenang.<br><br>Perlombaan pun digelar, ratusan peserta ikut mengadu nasib. Sejumlah pembalap sepeda kawakan
Medan,juga tak ketinggalan. Tak disangka Sutiyono berhasil menjadi juara satu. Semua pembalap senior langsung kagum terhadap kemampuan Sutiyono mengayuh sepeda tuanya itu. <br><br>”Persatuan Balap Sepeda
Medan Sekitarnya spontan mengajakku bergabung dengan para pembalap senior. Namun saya memilih berlatih bersama seorang warga Italia bernama Maurice Lungo, warga Jalan S.Parman,
Medan, mulai Februari 1971,” ujar Sutiyono.<br><br>Lewat polesan Maurice Lungo, Sutiyono menjelma menjadi pengayuh sepeda tercepat se-Asia Tenggara. ”Saat berlatih dibawah bimbingan Maurice Lungo,saya tidak diberi izin bergabung dengan pembalap sepeda senior
Sumatera Utara seperti Sanusi,Samuri dan Sehan. Maurice meminta saya berlatih sendiri dibawah pengawasannya,” kata Sutiyono.<br><br>Bersama Maurice, bakat alam Sutiyono kian terpoles cemerlang. Dalam seminggu, Sutiyono berlatih keras, kecuali Senin dan Sabtu. ”Bersama Maurice kami bersepeda dari
Medan hingga Belawan dan Tanjung Morawa. Saya kerap mendapat hadiah ban sepeda dan velg dari Maurice usai berlatih keras,” kenang Sutiyono.<br><br>Dari Maurice pula, Sutiyono mendapat pelajaran lebih untuk menjadi atlit tangguh.Tak hanya berlatih mengatur teknik bersepeda, mengayuh atau posisi duduk, namun Maurice menyuntik motivasi lebih bagi Sutiyono.<br><br>Untuk menguji Sutiyono, lewat saran Maurice, dia didaftarkan ikut kejuaraan balap sepeda di Pematang Siantar, Juni 1971. ”Saya berhasil menyabet posisi ke-2 dibawah pembalap kawakan Sanusi, yang juga senior saya,”kata Sutiyono.<br><br>Masih ditahun yang sama,Ikatan Sepeda Indonesia mengadakan kejuaraan nasional di Jakarta. Sutiyono berangkat bersama Sanusi, Samuri dan Sehan.Mereka berempat menjadi atlit balap sepeda andalan Sumut. ”Kami dijuluki kwartet ‘S’ kala itu. <br><br>Lawan kami adalah sejumlah pembalap kawakan Jawa Timur seperti Safari, Tarwi dan Li Kim Puan dan pembalap ternama Jawa Barat Munawar Saleh dan Frans Tupang,pembalap sepeda dari Sumatera Barat,” kata Sutiyono mengingat.<br><br>Dari dua nomor yang diperlombakan yakni Team Time Trial 100 kilometer beregu dan Tour Jakarta – Lido 160 kilometer, Jakarta – Serang 180 kilometer dan Jakarta – Cibulan 160 kilometer, atlit
Sumatera Utara berhasil meraih emas. ”Untuk klasemen umum perorangan, saya mendapat emas,” ujar Sutiyono.<br><br>Prestasi demi prestasi diukir Sutiyono dari lintasan balap sepeda.Mulai kejuaraan lokal, nasional hingga internasional. Saat Pekan Olahraga Nasional 1973 di Jakarta, dia menjadi atlit penyumbang medali terbanyak untuk kontingen Sumut.<br><br>”Saya meraih 5 emas dan 2 perak.Emas itu saya peroleh dari nomor balap beregu, individual time trial,tour Jakarta-Pelabuhan Ratu dan Bandung-Jakarta serta emas dari klasemen perorangan,” ucap Sutiyono.<br><br>“Ada kenangan yang tak mungkin saya lupakan setelah PON 1973, atas prestasi atlit dengan perolehan medali emas terbanyak, saya diberi hadiah televisi hitam-putih yang diserahkan Gubernur Muda
Sumut Djamaluddin Tambunan.Tapi televisi itu saya jual karena rumah belum dialiri listrik. Uang dari menjual televisi saya beli radio transistor, ”Sutiyono mengenang.<br><br>Tahun 1978, berkat prestasinya, Sutiyono diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Kantor Walikota
Medan. Namun dia jarang berseragam PNS karena lebih banyak berada di arena pemusatan latihan balap sepeda.<br><br>Sosok Sutiyono menjelma menjadi pembalap sepeda nomor wahid di Indonesia. Padahal memilih sepeda sebagai olahraga bukan tanpa sebab. Sutiyono kecil sebelum terjun ke arena balap sepeda adalah seorang pemain sepakbola. Dia tercatat sebagai pemain bola pada klub Sinar Harapan, anggota Divisi II
PSMS Medan, namun tak beruntung, lantas sepeda menjadi pilihan. <br> <br><span style="font-weight: bold;">Sesuatu yang Kebetulan</span><br><br>Bagi Sutiyono,menjadi atlit balap sepeda adalah satu kebetulan saja,setelah kurang sukses menekuni sepakbola.Namun dari sadel sepeda dan nafas kudanya itu,dia berhasil mengharumkan nama bangsa. ”Saya hanya memberikan sumbagsih untuk Indonesia dengan apa yang saya punya. Bagi saya,menjadi atlit hanya mencari kebanggaan,” kata dia.<br><br>“Kalau mengingat semua yang sudah saya jalani, terkadang air mata saya berceceran. Bagaimana mungkin saya bisa menoreh prestasi untuk negara hanya dengan bermodalkan sepeda tua rakitan. Tapi itulah jalan hidup. Semua sudah direncanakan Allah,” kata Sutiyono yang sudah menunaikan ibadah haji-nya berkat prestasi dan kerja kerasnya selama ini.<br><br>Menyebut nama atlit balap sepeda Indonesia tentu tak bisa lepas dari nama Sutiyono. Namun di usia tuanya kini, dia resah melihat prestasi atlit balap sepeda
Sumatera Utara. Pembinaan yang tidak serius dan minimnya perhatian untuk atlit balap sepeda membuat kegundahan tersendiri dalam hatinya. ”Saatnya melakukan reformasi berbasis prestasi untuk atlit balap sepeda ,agar tradisi emas PON dari keringat pembalap sepeda
Sumut dapat kembali,” kata Sutiyono.(
Bolahita)<br><br><span style="font-weight: bold;">Biodata</span><br><br>Nama Lengkap: Sutiyono<br><br>TGL LAHIR: 5 April 1951<br><br>Pekerjaan : Pensiunan PNS<br><br>Hobby: Travelling<br><br>PRESTASI<br><br>Pekan Olahraga Nasional (PON) 1973 di Jakarta ( 5 emas)<br><br>Asean Tour de Singapore 1975 (1 emas, 1 perunggu)<br><br>Tour of Formosa di Taiwan 1976 (1 emas, 1 perunggu)<br><br>Pekan Olahraga Nasional (PON) 1977 di Jakarta ( 3 emas)<br><br>World Championship 1978 di Nurburgring Jerman (nihil)<br><br>Pekan Olahraga Nasional (PON) 1981 di Jakarta ( 2 emas)<br><br>Sea Games 1977 di Kuala Lumpur, Malaysia ( 2 emas)<br><br>Asian Cycling Championship 1977 di Manila, Philipina (1 emas)<br><br>Asian Games 1978 di Bangkok, Thailand (nihil)<br><br>Sea Games 1979 di Manila, Philipina ( 3 emas)<br><br>Asian Cycling Championship 1979 di Kuala Lumpur, Malaysia (1 perak)<br><br>Sea Games 1981 di Jakarta (2 emas)<br><br>Asian Cycling Championship 1981 di Manila, Philipina (1 perak)<br><br>Asian Games 1981 di New Delhi, India (juara V)<br><br> <br>GELAR ANUGERAH / PENGHARGAAN<br><br>Tahun 1976 : Olahragawan terbaik
Sumatera Utara versi Harian Sinar Indonesia Baru<br><br>Tahun 1977 : Olahragawan terbaik Nasional dari SIWO PWI Jaya<br><br>Tahun 1981 : Olahragawan terbaik
Sumatera Utara dari SIWO PWI
Sumatera Utara<br><br>Tahun 1981 : Olahragawan terbaik Nasional dari SIWO PWI Jaya<br><br>Tahun 1981 : Medali Parama Krida Pratama dari pemerintah RI.<br>