Overtreatment Berisiko Hancurkan Kepercayaan Publik Terhadap Sistem Kesehatan Nasional
Selain itu, temuan fraud (kecurangan) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tiga rumah sakit dipastikan akan mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem kesehatan nasional
BOLAHITA, SUMUT JUARA - Overtreatment dalam layanan kesehatan berpotensi menimbulkan efek samping serius bagi pasien serta meningkatkan biaya kesehatan secara signifikan.
Selain itu, temuan fraud (kecurangan) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tiga rumah sakit dipastikan akan mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem kesehatan nasional.
Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo SPi MM, mengungkapkan hal tersebut dalam diskusi Investortrust Power Talk yang digelar di Hotel Aryaduta, Medan, Sumatera Utara, Kamis (22/8/2024). Diskusi bertema "Menyiasati Overtreatment pada Layanan Kesehatan" ini juga dihadiri oleh berbagai ahli dan praktisi kesehatan.
"Overtreatment di layanan kesehatan tak hanya berdampak buruk terhadap pasien namun ada bentuk kerugian besar yang dialami badan pelayanan kesehatan dan juga asuransi kesehatan," ujarnya.
SENNCOIN Selling High Quality Roasted Beans and Ground Coffee
Rahmad juga menekankan bahwa edukasi dan pengawasan terhadap penyedia layanan kesehatan perlu diperkuat. "Perlu diingat bahwa fraud, overtreatment, termasuk tenaga layanan kesehatan yang bekerja sama dengan industri farmasi saat memberikan layanan kesehatan, bisa dipidanakan," tegasnya.
Meskipun pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 36 Tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Rahmad mengakui bahwa kontrol terhadap fraud masih menghadapi berbagai tantangan.
"Fraud hanya terlihat ketika dilakukan deteksi, dan seringkali hanya mewakili sebagian kecil dari kecurangan yang dilakukan," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, dr Handrawan Nadesul, motivator hidup sehat, menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor lain yang merugikan pasien sebagai konsumen layanan kesehatan. "Pertama adalah terlalu lebarnya competency gap antara pasien dan dokter. Berikutnya, attitude pada dokter yang tidak mengedepankan akhlak yang baik, tak taat hukum, dan mengabaikan etika," paparnya.
"Untuk itu dibutuhkan edukasi pasien atau masyarakat, agar mereka memiliki wawasan medis yang lebih baik, dengan penyuluhan lewat media massa sehingga masyarakat pasien sadar bahwa mereka memiliki hak untuk bertanya seputar layanan kesehatan yang diterimanya," tambahnya.
Praktisi medis dari Yayasan Orangtua Peduli (YOP), dr Rini MARS menekankan pentingnya komunikasi dua arah antara pasien dan dokter. Dia pun berujar bahwa peningkatan literasi kesehatan merupakan tanggung jawab bersama.
"Tingginya biaya medis ini salah satunya disebabkan oleh overuse of care atau biasa dikenal dengan overtreatment, serta rendahnya kesadaran untuk hidup sehat," ungkapnya.
Sementara Primus Dorimulu, Chief Executive Officer PT Investortrust Indonesia Sejahtera, menekankan bahwa digitalisasi kesehatan dapat membantu meningkatkan literasi kesehatan publik."Masih banyak yang belum meningkatkan literasi kesehatan mereka, dan ajang diskusi ini merupakan upaya investortrust.id untuk ikut meningkatkan literasi publik terkait layanan kesehatan, yang pada ujungnya akan mencegah terjadinya overtreatment yang berpotensi menjadi sebuah fraud," tutupnya.
What's Your Reaction?